Definisi Tari Topeng
Berdasarkan asal katanya tersebut,maka tari topeng pada dasarnya merupakan seni tari tradisional masyarakat Cirebon yang secara spesifik menonjolkan penggunaan penutup muka berupa topeng atau kedok oleh para penari pada waktu pementasannya.
Seperti yang telah diutarakan diatas, bahwa unsur-unsur yang terdapat dalam seni tari topeng Cirebon mempunyai arti simbolik dan penuh pesan-pesan terselubung,baik dari jumlah kedok,warna kedok,jumlah gamelan pengiring dan lain sebagainya.hal tersebut merupakan upaya para wali dalam menyebarkan agama Islam dengan menggunakan kesenian Tari Topeng setelah media Dakwah kurang mendapat Respon dari masyarakat.
Jumlah Topeng / Kedok seluruhnya ada 9 (sembilan) buah, yaitu : Panji, Samba atau Pamindo, Rumyang, Tumenggung atau Patih, Kelana atau Rahwana, Pentul, Nyo atau Semblep, Jinggannom dan Aki-aki. Dari kesembilan topeng / kedok tersebut yang dijadikan sebagai kedok pokok hanya 5 (lima) buah yaitu :Panji atau Samba, Rumyang, Tumenggungn dan Kelana. Sedangkan empat keddok lainnya hanya digunakan apabila dibuat ceruta/ lakon seperti cerita Jaka Blowo, Panji Blowo, Panji Gandrung dll.
Sejarah Perkembangan tdan Filosofi Tari Topeng Cirebon
Sebagai hasil kebudayaan, Tari Topeng mempunyai nilai hiburan yang mengandung pesan-pesan terselubung, karena unsur-unsur yang terkandung didalamnya mempunyai arti simbolik yang bila diterjemahkan sangat menyentuh berbagai aspek kehidupan, sehingga juga mempunyai nilai pendidikan. Variasinya dapat meliputi aspek kehidupan manusia seperti kepribadian, kebijaksanaan, kepemimpinan, cinta bahkan angkara murka serta menggambarkan perjalanan hidup manusia sejak dilahirkan hingga menginjak dewasa
Sudah lama Tari Topeng Cirebon mengundang tanda tanya akibat daya pesonanya yang tinggi, tidak saja di Indonesia tetapi juga di luar negri. Tari Panji, yang merupakan tarian pertama dalam rangkaian Topeng Cirebon, adalah sebuah misterium. Sampai sekarang belum ada koreografer Indonesia yang mampu menciptakan tarian serupa untuk menandinginya. Tarian Panji seolah-olah”tidak menari”. Justru karena tariannya tidak spektakuler, maka ia merupakan sejatinya tarian, yakni perpaduan antara hakiki gerak dan hakiki diam. Bagi mereka yang kurang peka dalam pengalaman seni, tarian ini akan membiosankan.
Inilah
teka-teki Tarian Panji dalam Topeng Cirebon. Bagaimana penduduk desa mampu
menciptakan tarian semacam itu? Penduduk desa yang tersebar di sekitar Cirebon
hanyalah pewaris dan bukan penciptanya. Penduduk desa ini adalah juga penerus
dari para penari Keraton cirebon yang dahulu memeliharanya. Ketika Raja-raja
Cirebon diberi status”pegawai”oleh Gubernur Jenderal Daendels, dan tidak
diperkenankan memrintah secara otonom lagi, maka sumber dana untuk memelihara
semuah kesenian Keraton yang amat diperlukan sesuai dengan”gaji”yang diterima
Raja dari Pemerintahan Hindia Belanda.
Begitulah
penari-penari dan penabuh gamelan Keraton harus mencari sumber hidupnya di
rakyat pedesaan. Topeng Cirebon yang semula berpusat di Keraton-keraton, kini
tersebar di lingkungan rakyat petani pedesaan. Dan seperti umumnya kesenian
rakyat, maka Topeng Cirebon juga dengan cepat mengalami
transformasi-transformas. Proses transformasi itu berakhir dengan keadaannya yang sekarang yakni
berkembangnya berbagai”gaya”topeng Cirebon, seperti Losari,Kreo,Palimanan dan
lain-lain.
Filsafat
tari topeng cirebon itu didapat tentu
saja dari serpihan-serpihan tarian yang sekarang ada dan dipadukan dengan
konteks budaya munculnya tarian tersebut. Konteks budaya Topeng Cirebon tentu
tidak dapat dikembalikan pada budaya Cirebon sendiri yang sekarang, untuk itu
diperlukan penelusuran historis terhadapnya.
Nenek
moyang Tarian topeng Cirebon sampai kiamat pun kita tidak akan mengetahuinya,
lantaran masyarakat indonesia lama tidak akrab dengan budaya tulis. Meskipun
budaya tulis dikenal di Keraton-keraton Indonesia, tetapi tidak terdapat
kebiasaan mencatat pencipta-pencipta kesenian, kecuali dalam beberapa
sastranya.
Kalau
pencipta tidak dikenal, sekurang-kurangnya di zaman mana Topeng Cirebon ini
telah ada? Kepastian tentang ini tidak ada. Namun ada dugaan bahwa di zaman
Raja Majapahit, Hayam Wuruk, tarian ini sudah dikenal. Dalam Negarakertagama
dan Pararaton dikisahkan raja ini menari topeng (kedok) yang terbuat dari emas.
Hayam Wuruk menarikan topeng emas (atapel, anapuk) di lingkungan kaum perempuan
istana Majapahit. Jadi Tari topeng Cirebon ini semula hanya ditarikan raja
dengan penonton perempuan (istri-istri raja, adik-adik perempuan raja,
ipar-ipar perempuan raja, ibu mertua raja, ibu raja).
Dengan
demikian dapat diduga bahwa topeng Cirebon ini sudah populer di zaman Majapahit
antara tahun 1300-1400 tarikh Masehi. Mencari dasar filosofi tarian ini harus
dikembalikan pada sistem kepercayaan Hindu-Budha-Jawa zaman Majapahit. Tetapi
mengapa sampai di Keraton Cirebon? Setelah jatuhnya kerajaan Majapahit (1525),
tarian ini rupanya dihidupkan oleh Sultan-sultan Demak yang mungkin mengagumi
tarian ini atau memang dibutuhkan dalam kerangka konsep kekuasaan yang tetap
spiritual. Dalam babab dikisahkan bahwa Raden Patah menari Klana di kaki Gunung
Lawu di hadapan Raja Majapahit, Brawijaya. Ini justru membuktikan bahwa Topeng
Cirebon erat hubungannya dengan konsep kekuasaan Jawa. Bahwa hanya raja yang
berkuasa dapat menarikan topeng ini, ditunjukkan oleh babad, yang berarti
kekuasaan atas Jawa telah beralih kepada Raden Patah, dan Raja Majapahit hanya
sebagai penonton.
Dari
Demak tarian ini terbawa bersama penyebaran pengaruh politik Demak. Demak yang
pesisir ini memperluas pengaruh kekuasaan dan islamisasinya di seluruh daerah
pesisir Jawa, yang ke arah barat sampai di Keraton Cirebon dan Keraton Banten.
Inilah sebababnya berita-berita Belanda menyebutkan keberadaan tarian in di
Istana Banten. Banten dan Cirebon sedikit banyak membawa kebudayaan Jawa-Demak,
terbukti dari penggunaan bahasa Jawa lamanya. Sedangkan Demak sendiri
dilanjutkan oleh Pajang yang berada di pedalaman, kemudian digantikan oleh
Mataram yang juga di pedalaman.
Topeng
Majapahit ini, dengan demikian, hanya hidup di daerah pesisir Jawa Barat,
sedangkan di Jawa pedalaman topeng tidak hidup kecuali bentuk dramatik lakon
Panjinya. Kalau topeng tetap hidup dalam fungsi ritualnya, tentunya juga
berkembang di kerajaan-kerajaan Islam pedalaman. Rupanya topeng dipelihara di
Jawa Barat karena pesona seninya. Topeng sangat puitik dan kurang menagcu pada
mitologi Panji yang hinduistik. Topeng lebih dilihat sebagai simbol yang
mengacu pada realitas transenden. Inilah sebabnya sultan-sultan di Jawa Barat
yang kuat Islamnya masih memelihara kesenian ini.
Topeng
Cirebon adalah simbol penciptaan semesta yang berdasarkan sistem kepercayaan
Indonesia purba dan Hindu-Budha-Majapahit. Paham kepercayaan asli, di mana pun
Indonesia, dalam penciptaan, adalah emanasi. Paham emanasi ini diperkaya dengan
kepercayaan Hindu dan Budha. Paham emanasi tidak membedakan pencipta dan
ciptaan karena ciptaan adalah bagian atau pancaran dari Sang Hyang Tunggal. Dia
adalah ketidak-berbedaan. Dalam dirinya adalah ketunggalan mutlak. Sedangkan
semesta ini adalah keberbedaan. Semesta itu suatu aneka keberagamaan dan
keanekaan itu terdiri dari pasangan sifat-sifat yang saling bertentangan tetapi
saling melengkapi.
Sang
Hyang Tungganl Indonesia purba ini mengandung semua sifat ciptaan. Karena semua
sifat yang dikenal manusia itu saling bertentangan, maka dalam diri Sang Hyang
Tunggal semua pasangan oposisi kembar tadi hadir dalam keseimbangan yang
sempurna. Sifat-sifat positif melebur jadi satu dengan sifat-sifat negatif.
Akibatnya semua sifat-sifat yang dikenal manusia berada secara seimbang dalam
dirinya sehingga sifat itu tidak dikenal manusia (alias kosong mutlak).
Paradoksnya justru kosong itu kepenuhan sejati karena dia mengandung semua
sifat yang ada. Kosong itu penuh, penuh itu kosong, itulah Sang Hyang Tunggal. Di
dalamnya tidak ada perbedaan, tunggal mutlak. Di Cina, Sang Hyang Tunggal
disebut Tao.
Topeng
Cirebon menyimbolkan bagaimana asal mula Sang Hyang Tunggal ini memecahkan
dirinya dalam pasangan-pasangan kembar saling bertentangan itu, seperti terang
dan gelap, lelaki dan perempuan, daratan dan lautan. Dalam tarian ini
digambarkan lewat tari Panji, yakni tarian yang pertama. Tarian panji ini
merupakan klimaks pertunjukan. Itulah peristiwa transformasi Sang Hyang Tunggal
menjadi semesta. Dari yang tunggal belah menjadi yang aneka dalam
pasangan-pasangan.
Inilah
sebabnya kedok panji tak dapat kita kenali secara pasti apakah itu perwujudan
lelaki atau perempuan. Apakah gerak-geriknya lelaki atau perempuan. Kedoknya
sama sekali putih bersih tanpa hiasan, itulah kosong. Gerak-gerak tariannya
amat minim, namun iringan gamelannya gemuruh. Itulah wujud paradoks antara
gerak dan diam. Tarian panji sepenuhnya sebuah paradoks. Inilah kegeniusan para
empu purba itu, bagaimana menghadirkan Hyang Tunggal dalam transformasinya
menjadi aneka, dari ketidakberbedaan menjadi perbedaan-perbedaan. Itulah puncak
topeng Cirebon, yang lain hanyalah terjemahan dari proses pembedaan itu.
Empat
tarian sisanya adalah perwujudan emanasi dari Hyang Tunggal menjadi dirinya ke
dalam dua pasang yang saling bertentangan, yakni “Pamindo-Rumyang”, dan
“Patih-Klana”. Inilah sebabnya kedok Pamindo-Rumyang berwarna cerah sedangkan
Patih-Klana berwarna gelap (merah tua).
Gerak
tari Pamindo-Rumyang harus keperempuan-perempuanan sedangkan Patih-Klana gagah
kelaki-lakian. Pamindo-Rumyang menggambarkan pihak “dalam” (istri dan adik ipar
panji) dan Patih-Klana menggambarkan pihak “luar”. Tetapi harus diingat bahwa
semuanya itu adalah Panji sendiri, yang membelah dirinya menjadi dua pasangan
salinh bertentangan sifat-sifatnya. Inilah sebabnya keempat tarian setelah
panji mengandung unsur-unsur tarian panji. Untuk hal ini orang-orang tari tentu
lebih fasih menjelaskannya.
Topeng
panji menyimbolkan peristiwa besar universal, yakni terciptanya alam semesta
beserta manusia ini pada awal mulanya. Topeng panji atau topeng Cirebon ini
mengulangi peristiwa primordial umat manusia, bagaimana penciptaan terjadi.
Tidak mengherankan kalau di zaman dahulu hanya ditarikan oleh para raja. Raja
mewakili kehadiran Sang Hyang Tunggal itu sendiri, karena dalam paham kekuasaan
Jawa, raja adalah dewa itu sendiri, yang dikenal dengan paham dewa-raja.
Topeng
Cirebon adalah gambaran sangat puitik tentang hadirnya alam semesta serta umat
manusia. Sang Hyang Tunggal yang merupakan ketunggalan mutlak tanpa pembedaan,
berubah menjadi keanekaan relatif yang sangat berbeda-beda sifatnya. Tarian
Cirebon adalah tarian ritual yang amat sakral. Tarian ini sama sekali bukan
tontonan hiburan. Itulah sebabnya dalam kitab-kitab lama disebutkan, bahwa raja
menarikan panji dalam ruang terbatas yang disaksikan saudara-saudar
perempuannya. Untuk menarikan topeng ini diperlukan laki puasa, pantang,
semedi, yang sampai sekarang ini masih dipatuhi oleh para dalang topeng di
daerah Cirebon.
Tarian
juga harus didahului oleh persediaan sajian dan sajian itu bukan persembahan
makanan untuk Sang Hyang Tunggal. Sajian adalah lambang-lambang dualisme dan
pengesaan. Inilah sebabnya dalam sajian sering dijumpai bedak, sisir, cermin
yang merupakan lambang perempuan, didampingi oleh cerutu atau rokok sebagai
lambang laki-laki. Bubur merah lambang dunia manusia, bubur putih lambang dunia
atas. Cowek batu yang kasar sebagai lambang lelaki, dan uleg dari kayu yang
halus sebagai lambang perempuan. Pisang lambang lelaki,buah jambu lambang
perempuan.air kopi lambang dunia bawah, air putih lambang dunia atas, air teh
lambang dunia tengah. Sesajian adalah lambang keanekaan yang ditunggalkan.
Perayaan
peringatan kemerdekaan Republik Indonesia, setiap tanggal 17 Agustus kadang
memacu perorangan, instansi pemerintah atau pihak swasta dan sebagainya, dengan
menmpilkan berbagai atraksi atau pameran, untuk ikut memeriahkannya. Maka tidak
aneh pula, agar partisipasiperayaan dianggapmeriah dan memikat, ditampilkan
sesuatu yang dianggap ganjil. Sesuatu yang dianggap baru dan benar-benar
menarik perhatian.
Itu dilakukan pula oleh Kepala Desa
Selangit, Kecamatan Klangenan, Kabupaten Cirebon. Untuk memeriahkan dirgahayu
Republik ini, di desanya ditampilkan kesenian khas dari daerah itu, yakni Tari
Topeng. Tidak tanggung-tanggung, salah satu penarinya pun seorang wanita bule.
Agar diketahui dan dipuji penduduk desa lain, kepala desa memerintahkan anak
buahnya menyiarkan ke desa-desa sekitar, menggunakan pengeras suara.
JENIS - JENIS SERTA MAKNA TOPENG TARIAN
1. Panji (Menggambarkan kesucian manusia yang baru lahir)
Kedoknya berwarna putih. Matanya liyep, pandangannya merunduk dan senyumnya dikulum. Raut wajahnya (wanda) menunjukan seorang yang alim, tuturkatanya lemah-lembut dan gerakannya halus. Dalam topeng Cirebon kedok ini ditarikan dalam karakter alusan (halus) seperti halnya tokoh Arjuna dalam cerita wayang. Tariannya menggambarkan seseorang yang berbudi luhur, penuh kesabaran dan tahan atas segala godaan. Ini tercermin dari iringannya (musik) yang bertolak belakang (kontras) dengan tariannya. Tari topeng Panji adalah tarian paradoks.Menurut Endo Suanda, inilah tarian paling halus dengan langkah-langkah minimalis lebih banyak yang menampilkan gerak “diam yang dinamis”. Teknik gerakan jauh dari spektakuler, nyaris monoton dan “kurang menarik” bagi penonton awam. Meskipun demikian, tarian ini justru yang paling sukar ditarikan, karena diperlukan disiplin keras, penahanan diri, memakan tenaga, sangat serius, dan amat tertib sejak awal. Meskipun tarian ini merupakan tarian pertama, justru tarian ini dipelajari oleh para penarinya dalam tahap-tahap akhir, karena persyaratan tariannya yang demikian ketat. Bagian-bagian gerak tari Panji ini akan diulang dalam keempat tarian yang kemudian menyusul. Lagu yang mengiringinya disebut Kembang Sungsang, merupakan lagu terpanjang dan tersulit dimainkan. Iringan lagu ini sering tampil kontras dengan gerak tariannya. Irama cepat dan bunyi keras, disambut gerak tari yang amat minim, bahkan hampir tanpa gerak.
Makna dibalik Tari Topeng Panji.
Tarian Panji sebagai pahlawan budaya Jawa ini, memakai topeng atau kedok. Ini merupakan kesatuan dua konsep religi lama dan Hindu. Topeng Panji merupaklan symbol kehadiran roh raja atau dewa yang menjelma dalam diri raja, yang sesuai dengan mitos Panji yang selalu nyamar selama pengembaraan mencarai kekasihnya. Begitu pula dengan Candrakirana juga menyamar. “Samaran” ini adalah kedok atau topeng yang menyembunyikan identitas dirinya. Mereka kadang sudah bertemu, tetapi karena menyamar, maka keduanya tidak saling mengenal. Bahkan keduanya saling berperang (pasangan oposisi). Seperti matahari, dan bulan, siang dan malam, sulit untuk bertemu. Tetapi akhirnya matahari dan bulan ini bertemu juga, kawin dalam harmoni sempurna, yakni pada waktu terang bulan. Dalam terang bulan, dunia terang benderang seperti siang, tetapi bukan siang. Kenyataannya, terang bulan adalah perkawinan semesta purba. Dan peristiwa ini, dalam bahasa masyarakat kerajaan Majapahit, adalah peristiwa perkawinan panji dan Candrakirana.
Tarian topeng Panji adalah tarian untuk menghadirkan kekuatan-kekuatan semesta yang paradoksal. Dengan tarian ini, maka asas-asas paradoks semesta, kelaki-lakian dan keperempuanan, dihadirkan. Dewa pencipta itu sendiri dihadirkan lewat mitos dan lambang Panji. Panji adalah paradoks itu sendiri. Ia bersifat laki-laki dan bersifat perempuan, ia matahari dan ia bulan, ia siang dan malam, ia langit dan tanah, ia kasar dan halus, ia nampak dan tidak nampak, ia hidup dan kematian, ia masa lampau dan masa mendatang. Waktu dan ruang paradoks ada dalam diri Dewa ini.
Tari topeng panji
Tari topeng ini berkarakter halus. Ditampilkan pada kesempatan pertama. Menurut mereka, Panji berasal dari kata siji (satu, atau pertama), mapan sing siji (percaya kepada Yang Satu). Gerak tarinya senantiasa kecil dan lembut, minimalis dan lebih banyak diam. Kata Mutinah (dalang topeng asal Gegesik, Cirebon), menarikan topeng Panji itu kaya wong urip tapi mati, mati tapi urip. Ungkapan tersebut adalah untuk menjelaskan, bahwa topeng Panji itu memang tidak banyak gerak, seperti orang yang mati tapi hidup, hidup tapi mati.
Koreografinya lebih banyak diam, dan inilah sebagai salah satu hal yang menyebabkan tari ini kurang disukai oleh penonton, terutama penonton awam. Tari ini diiringi oleh beberapa lagu yang terangkai menjadi satu struktur musik yang panjang dan sulit. Lagu pokoknya disebut Kembang Sungsang yang dilanjutkan dengan lagu lontang gede, oet-oetan, dan pamindo deder.
Bagi kebanyakan dalang topeng Cirebon, topeng Panji menggambarkan manusia yang baru lahir. Gerakan tarinya senantiasa kecil, lembut, dan halus, minimalis, dan lebih banyak diam. Tarian ini digambarkan pula sebagai nafsu mutmainah, nafsu yang bersifat membimbing dan menyucikan serta menuntun salik.
Jika melihat teksnya, tari topeng Panji mengandung unsur kontras atau paradoks, karena antara gerak dan musiknya berlawanan. Geraknya halus atau lembut, tetapi musiknya keras. Kekontrasan itu digambarkan sebagai seorang yang sudah mampu mengendalikan hawa nafsu dan tidak mudah tergoda oleh segala yang bersifat keduniawian. Ia adalah gambaran manusia marifat, manusia insan kamil, yang tindak-tanduknya tidak akan goyah sedikit pun ketika menghadapi berbagai macam cobaan. Dia tetap tenang dan tawakal. Manusia marifat selalu sadar, bahwa usik-malik serta nafasnya semua tergantung Allah. Pasrah dan ikhlas adalah ciri kehidupan orang tingkat marifat. Sedangkan unsur paradoks sebagai gambaran Dewa Syiwa yang di dalam agama Hindu diyakini sebagai dewa pencipta dan sekaligus juga pemusnah.
Pada zaman kerajaan Majapahit, tari topeng Panji adalah tarian untuk menghadirkan kekuatan-kekuatan semesta yang paradoksal. Dengan tarian ini, maka asas-asas paradoks semesta, kelaki-lakian dan keperempuanan, dihadirkan. Dewa pencipta itu sendiri dihadirkan lewat mitos dan lambang Panji. Panji adalah paradoks itu sendiri. Ia bersifat laki-laki dan perempuan, ia matahari dan bulan, ia siang dan malam, ia hidup dan mati. Waktu dan ruang paradoks ada dalam diri dewa ini.
2.Samba atau Pamindo (Melambangkan kelincahan manusia dimasa kanak-kanak)
Samba berasal dari kata sambang atau saban yang artinya setiap.Maknanya bahwa setiap waktu kita di wajibkan menjalnkan perintah-Nya .Di duakalikan (di pindoni ) , maknanya bahwa di samping mengerjakan perintahnya kita jugaperlu mengerjakn hal-hal yang sunah.
Makna topeng Samba atau Pamindo
Samba / Pamindho menggambarkan birahi ,karena setelah memilikisesuatu yang di inginkan kepada orang lain selalu ingin mempertunjukan apa yang telah dimilikinya ,bahwa hal itu menjadi pula sebagian kepentingan orang lain tari topeng samba adalah jenis tarian yang menggambarkan sifat manusia yang masih anak anak penuh kebahagian dan kelincahan.dalam gerakan tarianya sangat luwes,serta lucu, samba juga bersaal kata dari saban yang artinya bahwa setiap tindakan harus melaksanakany perintahNYA dan mennjauhi larangaaNYA.
Tari topeng samba atau pamindo
Kata Pamindo, di kalangan seniman topeng Cirebon, berasal dari kata pindo, artinya kedua. Kata pindo, umumnya sangat berkaitan dengan urutan penyajian topeng Cirebon itu sendiri, yang artinya juga sama dengan penyajian tari bagian (babak) kedua. Akan tetapi, khusus untuk topeng gaya Losari, tarian tersebut justru ditarikan pada bagian pertama dan digambarkan sebagai tokoh Panji Sutrawinangun. Dalam gaya topeng Losari memang tidak dikenal adanya tari topeng Panji secara khusus, karena topeng Panji ditarikan dalam topeng lakonan.
Karakter tari topeng tersebut adalah genit atau ganjen (bhs. Jw. Cirebon), sama dengan karakter tokoh Samba dalam cerita wayang Purwa. Oleh sebab itu, tari ini juga sering disebut dengan topeng Samba. Gerakannya gesit dan menggambarkan seseorang yang tengah beranjak dewasa, periang, dan penuh suka cita. Itulah sebabnya, mengapa gerakan tari topeng ini seperti kesusu (terburu-buru), mirip dengan perilaku dan kehidupan seorang anak muda.
Dalam pertunjukan topeng gaya topeng Menor dari daerah Jati, Cipunagara, Subang, topeng Pamindo dibagi menjadi dua bagian, yakni Pamindo (kedok berwarna putih) dan Samba Abang (kedok berwarna merah). Gaya penampilan seperti ini juga dimiliki oleh dalang topeng Rasinah dari Pekandangan dan Carpan dari Cibereng, Indramayu. Di daerah lainnya, penampilan seperti tersebut tidak ditemukan. Nama lagu pengiringnya sama dengan nama tarinya, yakni pamindo. Di Slangit, nama lagu pengiring tari ini disebut Singa Kawung.
3. Rumyang (Menggambarkan kehidupan seorang remaja pada masa akil baligh)
Kedok topeng Rumyang sewanda dengan Pamindo, namun tanpa hiasan rambut. Seperti juga kedok Pamindo, di tengah-tengah dahinya terdapat hiasan rerengu atau rengu batuk mimi, yang disambung dengan hiasan pilis yang melingkar di kedua sisi pipi sampai ke bagian pipi bawah.
Warna kedoknya merah jambu, namun ada juga yang berwarna coklat muda. Karakter kedoknya sama dengan kedok Pamindo, yakni genit, lincah, atau ganjen. Jika disejajarkan dengan karakter tokoh wayang (golek atau kulit), kedok ini sama dengan Dipatikarna.
Raut wajahnya membersitkan keceriaan, dan hal ini dapat dilihat dari bentuk mulutnya yang senantiasa menyiratkan seseorang dengan senyuman manisnya. Dalam struktur pertunjukan topeng Cirebon, kedok ini ditarikan pada bagian ketiga sebagai kelanjutan dari topeng Pamindo, namun ada pula yang ditarikan paling akhir. Tari topeng Rumyang berasal dari kata ramyang-ramyang yang artinya mulai terang. Tari ini menggambarkan seseorang yang mulai dewasa dan tahu arti kehidupan. Gerakan tarinya lincah dan riang. Kedoknya berwarna merah muda atau jingga sebagai lambing peralihan dari masa remaja menuju masa dewasa. Iringan lagu rumyang atau kembang kapas atau buncis. Penarinya memakai pakaian berwarna merah muda atau jingga dan memakai kain lancar gelar. Tarian ini mempunyai makna menyucikan diri demi keselamatan kita.
Makna topeng rumyang
Maknanya kita senantiasa mengharumkan nama tuhan yaitu dengan doa dan dzikir.
4. Tumenggung atau Patih ( Menggambarkan manusia yang sudah menginjak dewasa dan telah menemukan jatidirinya )
Kedok Tumenggung atau Patih selalu dicat dengan warna coklat atau merah jambu. Wanda kedoknya menyiratkan seseorang yang gagah, pemberani, dan berwibawa sesuai dengan karakternya yang juga gagah. Matanya agak melotot, dan disebut bentuk mata kedelen; kumisnya tebal dan biasanya terbuat dari rambut yang dikepang, atau kulit yang pada bagian ujungnya dibulatkan. Sunggingan janggutnya disebut dengan memulu.
Khusus untuk topeng gaya Losari, kedok Tumenggung dan Patih dibedakan. Kedok Patih berwarna putih dengan matanya melotot, berjambang, dan berkumis. Sepanjang yang diketahui saat ini, hanya topeng Losari-lah yang membedakan antara kedok Patih dan Tumenggung. Demikian pula tariannya. Sedangkan di daerah lain, antara kedok Patih dan Tumenggung tidak dibedakan. Menurut Kandeg, untuk membedakan kedua kedok tersebut dapat diamati dari bentuk kumisnya. Kumis pada kedok Patih memakai rambut sedangkan kumis kedok Tumenggung memakai kulit dan bentuknya capang (runcing). Wanda kedoknya juga bermacam-macam dan terdiri atas wanda: tatag, prekecil, pelor, dan mimis. Sedangkan kedok Tumenggung mempunyai tiga wanda, yakni slasi, drodos, dan sanggan.
Makna topeng tumenggung
Memberikan kebaikan kapada sesama manusia, saling menghormati dan senantiasa mengembangkan silih Asah, Silih Asih dan Silih Asuh. Menggambarkan manusia yang mempunyai sifat setia dan siap membela negara,karakternya: gagah dan gerakannya angkuh dan tampak kaku di iringi lagu tumenggung & barlen-barlen, penari ini memakai kain selancar gelap, pakaian hitam, hiasan leher berupa kelambigula, dasi dan kacamata tari ini mengandung makna orang yg bijaksana & tidak banyak bicara.
5. Kelana atau Rahwana (Melambangkan sifat angkara murka yang terdapat dalam manusia)
Kedok Kelana umumnya dicat dengan warna merah tua. Melihat perangainya sudah dapat ditebak, bahwa kedok ini berkarakter gagah-kasar. Matanya belotot seperti orang terbelalak; berkumis tebal terbuat dari rambut yang dikepang dan bagian ujungnya dibulatkan. Hidungnya mancung, mulutnya menganga dan sedikit menyembul ke luar. Gigi bagian atas agak menjorok ke depan, sepintas terkesan seperti orang yang tengah tertawa terbahak-bahak. Di bagian dagunya tersungging hiasan janggut yang disebut rengget atau rerengu yang menyatu dengan jambang. Di atas ujung hidung atau di bagian dahi terdapat lekukan sebagai gambaran orang yang tengah mengernyitkan dahi yang disebut dengan renyon Sedangkan di bagian atasnya melintang hiasan yang disebut jamang.
Kedok topeng Klana mempunyai berbagai wanda, antara lain wringut, drodos dan barong. Kedok ini juga sering dipakai untuk berbagai tarian yang karakternya sejajar, antara lain untuk tari topeng Rowana, atau tari topeng Rahwana di daerah Priangan, dan tari topeng Koncaran. Dalam struktur pertunjukan topeng Cirebon, kedok tersebut ditarikan paling akhir.
Makna topeng kelana
Kembara atau Mencari. Bahwa dalam hidup ini kita wajib berikhtiar. Topeng kelana melambangkan sifat angkara murka yang terdapat dalam manusia. wajah Klana berwarna merah tua, berkumis tebal menyeramkan yang melambangkan karakter besar dan gagah. Gerakannya kasar, diiringi musik yang keras (lagu gonjing dan sarung ilang). Tarian ini menggambarkan orang yang serakah, angkara murka dan tidak dapat mengendalikan diri. Penari menggunakan kain lancar gelar dan pakaian berwarna merah.Berikut ini contoh Kelima Topeng / kedok tersebut dan apabila dikaitkan dengan unsur Islam adalah sebagai berikut :
Topeng Panji
Akronim dari kata MAPAN ning kang SIJI, artinya tetap kepada yang satu atau Esa. Tiada Tuhan selain Allah Swt.
Topeng Samba
Berasal dari kata SAMBANG atau SABAN yang artinya setiap. Maknanya bahwa setiap waktu kita diwajibkan mengerjakan segala Perintah- NYA. Sedangkan Pamindo artinya Diduakalikan (Dipindoni), maknanya bahwa disamping mengerjakan perintah – NYA, kita juga perlu melaksanakan hal –hal yang sunnah
Topeng Rumyang
Berasal dari kata Arum / Harum dan Yang / Hyang (Tuhan).Maknanya bahwa kita senantiasa mengharumkan nama Tuhan yaitu dengan Do’a dan dzikir
Topeng Temenggung
Memberikan kebaikan kapada sesama manusia, saling menghormati dan senantiasa mengembangkan silih Asah, Silih Asih dan Silih Asuh
Topeng Kelana
Kelana artinya Kembara atau Mencari. Bahwa dalam hidup ini kita wajib berikhtiar
POKOK – POKOK TARI TOPENG
Pokok – pokok Tari Topeng Cirebon ada 9 (sembilan) gerakan yaitu:
- Adeg-adeg
- Pasangan
- Capang
- Banting Tangan
- Jangkung Ilo
- Godeg
- Gendut
- Kenyut
- Nindak / Njanda
Kesembilan gerakan tersebut adalah disesuaikan dengan lubang yang terdapat pada tubuh manusia, yaitu sebagai berikut :
- Dua lubang mata
- Dua lubang telinga
- Dua lubang hidung
- Dua lubang pelepasan (depan dan belakang )
- Satu lubang mulut
Arti dari kesembilan gerakan tersebut yaitu :
- ADEG –ADEG (berdiri ) : Artinya kita harus berdiri dengan kokoh agar tidak tergoyahkan.
- PASANGAN : Artinya kita senantiasa memberikan suri tauladan kepada orang lain dengan berbuat kebajikan dan kebaikan.
- CAPANG : Artinya agar kita selalu ringan tangan memberikan pertolongan kepada yang membutuhkan.
- BANTING TANGAN : Artinya kita harus senantiasa bekerja keras.
- JANGKUNGILO : Artinya mengukur keinginan kita dengan kemampuan yang ada.
- GODEG : Artinya geleng kepala. Maknanya apabila kita melihat saudara kita sesama manusia yang sedang di landa kesusahan kita senantiasa menggelengkan kepala dan kemudian menolongnya sesuai kemampuan.
- GENDUT : Artinya dalam hidup ini kita jangan gemuk sendiri karena masih banyak saudara – saudara kita yang kekurangan dan hidup dibawah garis kemiskinan.
- KENYUT : Artinya Kepincut. Maknanya kita harus kepincut kepada hal – hal yang sifatnya positif dan konstruktif.
- NINDAK / NJANGKA : Artinya bertindak atau berbuat. Maknanya kita senantiasa harus berbuat kepada jalan yang diridhoi Allah SWT.
TOPENG / KEDOK TAMBAHAN
Seperti diungkapkan diatas, bahwa jumlah kedok seluruhnya ada 9 buah dan yang dijadikan kedok pokok hanya 5 buah. Adapun 4 kedok lainnya digunakan bila mementaskan cerita / lakon.Berikut ini adalah arti dan makna 4 kedok tambahan, yaitu sebagai berikut :
- PENTUL : Menggambarkan seorang Pawongan / punakawan yang selalu rendah hati, tidak sombong dan selalu setia kepada tuannya.
- NYO / SEMBLEP : Menggambarkan seorang Emban atau Parkan atau juga seorang Inang Pengasuh.
- JINGGANANOM : Menggambarkan seorang Abdi Negara dan Abdi masyarakat Yang senantiasa menempatkan kepentingan pribadi atau golongan.
- AKI – AKI : Menggambarkan kehidupan manusia di masa tua.
MAESTRO TARI TOPENG DAN PEMBUAT TOPENG
maestro Tari Topeng (almh) Mimi Rasinah. Ia lahir di Indramayu, 03 Februari 1930. Ia merupakan satu-satunya yang tersisa sejak wafatnya Sawitri, penari topeng asal Losari pada 1999. Dari kecil, almarhumah Mimi sudah menggeluti tari topeng yang diajarkan ayahnya. Sejak tahun 1990, ia telah berkelana untuk pentas tari topeng ke luar negeri, Jepang, Belanda, Paris, dan berbagai negara. Hidupnya dihabiskannya demi memperkenalkan dan mengembangkan tari topeng, berikut ke-khas-an topeng-topengnya.
Dari kecil Mimi sudah menggeluti tari topeng yang diajarkan ayahnya. Keseriusan Mimi Rasinah dalam menggeluti kesenian tari topeng dibuktikan dengan mempertahankan tradisi tari ini, sehingga banyak yang menyebutnya klasik.
Sejak tahun 1990 ia sudah berkelana untuk pentas tari topeng ke luar negeri: Jepang, Belanda, dll. Hidupnya dihabiskannya demi pengembangan tari topeng. Saat ini Mimi terbaring sakit karena stroke. Meskipun demikian, kegiatan latihan tari topeng di Sanggar Tari “Mimi Rasinah” di desa Pekandangan, Kecamatan Indramayu, tetap berjalan terus.
Puluhan tahun Ia mengabdikan hidupnya demi tari topeng ini. Hingga akhirnya, Sabtu 06 Agustus 2010 silam, Mimi Rasinah pergi selama-lamanya dari dunia seni tari tradisional alias klasik. Meski telah meninggal, tarian ‘Mimi’ masih hidup hingga sekarang di Sanggar Tari Mimi Rasinah di Desa Pekandangan, Kecamatan Indramayu, Jawa Barat. Tari Topeng hidup terus, tak pernah mati oleh apapun dan kapanpun.
Di wilayah Cirebon khususnya di daerah Kasepuhan, ada seorang geliat pengrajin tradisional Topeng Cirebon. Topeng-topeng inilah dihasilkan dari sang maestro juga, maestro pembuat topeng kayu pahat Cirebonan. Ia adalah almarhum Hasan Nawi. Sejak tahun 1980, tangan Hasan Nawi mulaim piawi dalam pembuat topeng-topeng Cirebonan.
Ada lima topeng khas Cirebon, yang secara harafiah mengartikan sifat-sifat manusia dalam kehidupan nyata, yang disebut dengan istilah Topeng Panca Wanda. 1. Topeng Panji, wajahnya yang putih bersih melambangkan kesucian bayi yang baru lahir. 2. Topeng Samba, topeng anak-anak yang berwajah ceria, lucu dan lincah. 3. Topeng Rumyang, wajahnya menggambarkan seorang remaja. 4. Topeng Patih atau Tumenggung, yang menggambarkan orang dewasa yang berwajah tegas, berkepribadian, serta bertanggung jawab. 5. Topeng Kelana, yakni topeng yang menggambarkan seseorang yang sedang marah.
Semua topeng-topeng itu mempunyai makna tingkatan sifat manusia dari kesucian berubah menjadi angkara murka bercampur sifat dengki. Semuanya digambarkan dalam topeng Hasan Nawi. Inilah istimewanya…
Sejak itu pula, nama Hasan Nawi cukup terkenal dijagad per-topengan tradisional. Di tempat yang tidak luas di Kampung Mandalangen, Keraton Kasepuhan Cirebon, inilah almarhum pernah mendapatkan Penghargaan Upakarti dari Presiden RI tahun 2007 sebagai Pengrajin Topeng Pelestari Seni Budaya.
Di tempat ini pula, sejak kepergiannya selama-lamanya pada 19 Februari 2010, almarhum berpesan kepada 8 putra-putrinya untuk terus melestarikan seni budaya tradisional memahat topeng Cirebon ini.
Ade Supriyadi, anak kelima-lah, sejak tahun 2006 yang dengan teguh dan tekad kuat untuk terus meneruskan kerajinan Topeng Cirebon ini. Bersama 20-an pengrajin topeng, ia bertekad tetap mempertahankan budaya topeng Cirebon.
Dengan Topeng Cirebon ini pula, sejak lama, telah memberikan manfaat bagi masyarakat banyak. Kayu jaran, alat pahat, media gambar, serta keringat-keringat cucuran, adalah usaha keras pemberdayaan masyarakat dari tradisi budaya kerajinan Topeng Cirebon ini. Semestinya ini adalah asset bangsa yang harus tetap didorong, agar tangan-tangan terampil dari sebuah perjuangan hidup, dapat dikenal hingga ke manca negara. Semua Maha Karya Indonesia
Ada lima topeng khas Cirebon, yang secara harafiah mengartikan sifat-sifat manusia dalam kehidupan nyata, yang disebut dengan istilah Topeng Panca Wanda. 1. Topeng Panji, wajahnya yang putih bersih melambangkan kesucian bayi yang baru lahir. 2. Topeng Samba, topeng anak-anak yang berwajah ceria, lucu dan lincah. 3. Topeng Rumyang, wajahnya menggambarkan seorang remaja. 4. Topeng Patih atau Tumenggung, yang menggambarkan orang dewasa yang berwajah tegas, berkepribadian, serta bertanggung jawab. 5. Topeng Kelana, yakni topeng yang menggambarkan seseorang yang sedang marah.
Semua topeng-topeng itu mempunyai makna tingkatan sifat manusia dari kesucian berubah menjadi angkara murka bercampur sifat dengki. Semuanya digambarkan dalam topeng Hasan Nawi. Inilah istimewanya…
Sejak itu pula, nama Hasan Nawi cukup terkenal dijagad per-topengan tradisional. Di tempat yang tidak luas di Kampung Mandalangen, Keraton Kasepuhan Cirebon, inilah almarhum pernah mendapatkan Penghargaan Upakarti dari Presiden RI tahun 2007 sebagai Pengrajin Topeng Pelestari Seni Budaya.
Di tempat ini pula, sejak kepergiannya selama-lamanya pada 19 Februari 2010, almarhum berpesan kepada 8 putra-putrinya untuk terus melestarikan seni budaya tradisional memahat topeng Cirebon ini.
Ade Supriyadi, anak kelima-lah, sejak tahun 2006 yang dengan teguh dan tekad kuat untuk terus meneruskan kerajinan Topeng Cirebon ini. Bersama 20-an pengrajin topeng, ia bertekad tetap mempertahankan budaya topeng Cirebon.
Dengan Topeng Cirebon ini pula, sejak lama, telah memberikan manfaat bagi masyarakat banyak. Kayu jaran, alat pahat, media gambar, serta keringat-keringat cucuran, adalah usaha keras pemberdayaan masyarakat dari tradisi budaya kerajinan Topeng Cirebon ini. Semestinya ini adalah asset bangsa yang harus tetap didorong, agar tangan-tangan terampil dari sebuah perjuangan hidup, dapat dikenal hingga ke manca negara. Semua Maha Karya Indonesia
Kesimpulan
Berdasarkan asal katanya tersebut,maka tari topeng pada dasarnya merupakan seni tari tradisional masyarakat Cirebon yang secara spesifik menonjolkan penggunaan penutup muka berupa topeng atau kedok oleh para penari pada waktu pementasannya.bahwa unsur-unsur yang terdapat dalam seni tari topeng Cirebon mempunyai arti simbolik dan penuh pesan-pesan terselubung,baik dari jumlah kedok,warna kedok,jumlah gamelan pengiring dan lain sebagainya.hal tersebut merupakan upaya para wali dalam menyebarkan agama Islam dengan menggunakan kesenian Tari Topeng setelah media Dakwah kurang mendapat Respon dari masyarakat. Tari Topeng mempunyai nilai hiburan yang mengandung pesan-pesan terselubung, karena unsur-unsur yang terkandung didalamnya mempunyai arti simbolik yang bila diterjemahkan sangat menyentuh berbagai aspek kehidupan, sehingga juga mempunyai nilai pendidikan. Variasinya dapat meliputi aspek kehidupan manusia seperti kepribadian, kebijaksanaan, kepemimpinan, cinta bahkan angkara murka serta menggambarkan perjalanan hidup manusia sejak dilahirkan hingga menginjak dewasa.
Jumlah Topeng / Kedok seluruhnya ada 9 (sembilan) buah, yaitu : Panji, Samba atau Pamindo, Rumyang, Tumenggung atau Patih, Kelana atau Rahwana, Pentul, Nyo atau Semblep, Jinggannom dan Aki-aki. Dari kesembilan topeng / kedok tersebut yang dijadikan sebagai kedok pokok hanya 5 (lima) buah yaitu :Panji atau Samba, Rumyang, Tumenggungn dan Kelana. Sedangkan empat keddok lainnya hanya digunakan apabila dibuat ceruta/ lakon seperti cerita Jaka Blowo, Panji Blowo, Panji Gandrung dll.
Seperti yang telah diutarakan diatas, bahwa unsur-unsur yang terdapat dalamseni tari topeng Cirebon mempunyai arti simbolik dan penuh pesan-pesan terselubung, baik dari jumlah kedok, warna kedok, jumlah gamelan pengiringdan lain sebagainya. Hal tersebut merupakan upaya para Wali dalammenyebarkan agama Islam dengan menggunakan kesenian Tari Topeng setelah media Dakwah kurang mendapat Respon dari masyarakat.
Saran
Tari menjadi alat ekspresi manusia dalam karya seni dan menjadi sebuah media komunikasi, melalui sebuah tarian merepresentasikan kehidupan manusia dalam segala hal. Khususnya untuk tarian tradisional hendaknya generasi muda sekarang harus lebih tertarik untuk mempelajari kesenian tari tradisional dan alangkah baiknya banyak melakukan sosialisasi seni dan budaya yang banyak menampilkan kesenian tarian tradisional asli Indonesia. Tari topeng merupakan salah satu jenis tari Cirebon yang merupakan salah satu warisan budaya Indonesia dan menjadi sebuah aset bangsa yang tak ternilai harganya dan harus ditetap dilestarikan oleh banyak masyarakat, mengingat peran masyarakat dan pemerintah sangat dibutuhkan untuk kemajuan seni tari rakyat tersebut. Hendaknya masyarakat tertarik untuk melakukakan penelitian mengenai tari topeng Cirebon dalam aspek yang lebih mendalam dan lebih hidup, karena dengan penelitian ini akan menjadi sebuah bentuk promosi dan sosialisasi agar kesenian tari rakyat ini terjaga kelestariannya dan berkembang dengan baik.
FOTO KELOMPOK KAMI KETIKA MENGUNJUNGI SANGGAR TARI KACERBONAN
NAMA ANGGOTA :
KRIS H
DICKY P
REZKY
NIZAR R
ROBBY H
Tidak ada komentar:
Posting Komentar